Di Balik Nama


Di SUARA USU jika sudah menjadi anggota biasa, kita berhak menerima adik asuh. Artinya, kita akan diberikan tanggung jawab untuk menjadi kakak asuh bagi anggota magang. Tugas kakak asuh adalah mendampingi adik asuhnya untuk memahami segala sesuatu tentang SUARA USU selama proses magang yang mereka jalani.
            Adik asuh pertama saya bernama Rida Helfrida. Mirip dengan nama saya, Ridha Annisa. Saya tak akrab dengan dia. Kami hanya bicara seperlunya saja. Memang begitulah cara saya. Rida lulus sebagai anggota SUARA USU.
            Karena secara pelafalan nama panggilan kami sama, anggota sering menambah nama julukan di beakang nama kami. Misalnya, Rida kecil atau rida besar. Secara fisik, badan saya tidak begitu besar sebenarnya, mungkin ini lebih merujuk pada usia yang lebih tua.
            Tapi yang paling sering digunakan adalah Rida Hitam dan Rida Putih, atau Ridha Black dan Rida White. Ini merujuk pada warna kulit. Saya akui memang saya hitam,dan dia putih. Tapi saya tak pernah keberatan dengan pemberian nama ini. Karena di lingkungan saya sebelumnya, saya telah terbiasa dipanggil “keling”, “itam” ataupun “black”.
            Secara profesi di SUARA USU, bisa dibilang kami sama. Memulai karir sebagai fotografer. Pada tahun kedua dipercaya sebagai sekretaris redaksi, dan tahun ketiga, tahun terakhir menjadi redaktur foto. Persis.
            Meski sama nama dan profesi, tetaplah kami pribadi yang berbeda. Saya ekstrofert, dia introfert. Saya nyablak, dia cenderung lebih diam. Saya terang-terangan melawan, dia melawan dengan diam. Saya bersuara keras, dia bersuara lembut.
            Tapi ada beberapa sifat yang menurut saya sama. Keras kepala. Sulit untuk orang lain bisa mengubah pendirian kami.
            Dalam diamnya, bukan berarti dia tak menilai. Penilaiannya tajam. Kritis. Dia tahu apa yang seharusnya dilakukan yang tak dilakukan oleh orang di sekitarnya. Tapi dia tetap memilih diam, sekalipun dia tahu orang membutuhkan pendapatnya. Sangat langka kami dengar suaranya di forum formal, pun di keseharian.
            Sesekali dia mau mengutarakan pendapatnya pada saya. Tentang apa yang dia suka ddan tidak suka di rumah tanpa jeda dan orang-orang di dalamnya. Kami sependapat dengan beberapa hal. Tapi itu tadi, dia diam. Dia tak sampaikan pendapatnya. Padahal, untuk orang sepertinya, ketika mengutarakan pendapatnya, kemungkinan besar orang akan mendengar dan sepakat dengannya. Tapi dia tak manfaatkan itu untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik.
            Karena diamnya pula, orang sering tak merasa keberadaannya. Dia pun seolah sendiri. Begitulah dia. Adik asuhku. Dengan pelafalan nama yang sama denganku.

Comments

Post a Comment

Popular Posts